Pernyataan
Solidaritas Perempuan
(Refleksi 20 Tahun
Perjuangan Panjang Perempuan
mendesak Pemerintah
Meratifikasi Konvensi Migran 1990)
Ratifikasi Konvensi
Migran 1990: Langkah Awal Perlindungan Buruh Migran Perempuan
Pendahuluan
Sejak tahun 1993, Solidaritas Perempuan (SP) secara konsisten berjuang
untuk Perlindungan Buruh Migran Perempuan dan keluarganya. Berbagai strategi
telah dilakukan oleh Solidaritas Perempuan, ataupun bersama-sama dengan
kelompok masyarakat sipil lainnya, untuk mendorong dan mendesak Ratifikasi Konvensi PBB
Tahun 1990 tentang Perlindungan Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota
Keluarganya (Konvensi Migran 1990).
Hampir 20 tahun, Solidaritas Perempuan melakukan upaya berbagai
strategi yang mensinergiskan beberapa pendekatan dalam mendapatkan informasi
dan data-data situasi Buruh Migran Perempuan dan Keluarganya. Upaya tersebut
dilakukan melalui penanganan kasus BMP dan keluarganya, pengorganisasian dalam
membangun kesadaran kritis BMP dan keluarganya terhadap pemenuhan dan perlindungan
hak-hak mereka serta melakukan advokasi dan kampanye sebagai gerakan yang
konprehensif dalam mendorong Ratifikasi Konvensi Migran 1990. Data kekerasan danpelanggaran
hak Buruh Migran yang dimiliki Solidaritas Perempuan dari tahun ke tahun terus meningkat.
Sepanjang tahun 2005 hingga tahun 2009, Solidaritas Perempuan menangani 366
kasus kekerasan danpelanggaran hak Buruh Migran Perempuan, dengan perincian sebagai
berikut:
Jenis
Kasus
|
Tahun
|
Total
|
|||||
|
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
|
1
|
Gagal
berangkat
|
2
|
3
|
5
|
|||
2
|
Gaji tidak
dibayar
|
15
|
22
|
24
|
12
|
17
|
90
|
3
|
hilang
kontak
|
12
|
23
|
8
|
6
|
11
|
60
|
4
|
kecelakaan
kerja
|
1
|
0
|
0
|
3
|
3
|
7
|
5
|
kematian
|
1
|
2
|
1
|
2
|
5
|
11
|
6
|
over
kontrak
|
5
|
20
|
12
|
9
|
12
|
58
|
7
|
pelecehan
seksual
|
1
|
2
|
3
|
|||
8
|
Pemerasan
|
2
|
1
|
5
|
8
|
||
9
|
Penganiayaan
|
7
|
12
|
14
|
5
|
6
|
44
|
10
|
Penipuan
|
2
|
7
|
2
|
1
|
12
|
|
11
|
Penyekapan
|
1
|
1
|
3
|
1
|
6
|
12
|
12
|
Perkosaan
|
2
|
1
|
2
|
1
|
1
|
7
|
13
|
Permasalahan
Hukum
|
1
|
3
|
3
|
1
|
8
|
|
14
|
Trafficking
|
11
|
11
|
8
|
1
|
5
|
36
|
15
|
Depre si
|
1
|
2
|
1
|
1
|
5
|
|
|
Jumlah
|
58
|
103
|
80
|
49
|
76
|
366
|
Padatahun2011, Kasus
trafficking, penganiayaan, hilang kontrak, kriminalisasi, meninggal dunia, dan
ancaman hukuman mati yang dialami oleh BMP perempuan semakin meningkat. Dari 21(dua
puluh satu)jenis kasus, dari 59 kasus buruh migran perempuan yang ditangani
oleh Solidaritas Perempuan. Sementara data dari Kementerian Luar Negeri
mencatat, bahwa sepanjang tahun 2010 saja, terdapat 4.532 kasus kekerasan,
dengan angka tertinggi terjadi di Malaysia. Catatan International Organization
of Migration (IOM), mencatat sepanjang 2005-2012, terjadikasus Trafficking
sebanyak 4.532 kasus, dimana67,24 persenkorbanmelalui PPTKIS/PJTKI resmi.
Kasus-kasus di atas hanyalah kasus yang ditangani oleh Solidaritas
Perempuan. Sementara, Kementerian Luar Negeri mencatat, bahwa sepanjang tahun
2010 saja, terdapat 4.532 kasus kekerasan, dengan angka tertinggi terjadi di
Malaysia. Catatan International Organization of Migration (IOM), mencatat
sepanjang 2005-2012, terjadi kasus Trafficking sebanyak 4.532 kasus, dimana 67,24 persen korban
melalui PPTKIS/PJTKI resmi.
Langkah Awal Perlindungan
Hak-hak Buruh Migran Perempuan
Akhirnya, perjuangan mendorong dan medesak Ratifikasi Konvensi Migran
selama hampir 20 tahun terjawab. Setelah Presiden menandatangani Amanat
Presiden tentang pengesahan Ratifikasi konvensi Migran 7 Februari lalu, akhinya
Dewan Perwakilan Rakyat mensahkan UU Pengesahan Ratifikasi Konvensi Migran 1990
melalui rapat paripurna Kamis, 12April 2012, di ruang sidang Nusantara II DPR
RI.
Solidaritas Perempuan, tentunya menyambut dengan gembira
diratifikasinya Konvensi Migran 1990. Namun, ratifikasi ini tentulah bukan
akhir dari perjuangan perlindungan Buruh Migran. Seperti juga yang dinyatakan
oleh menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, bahwa ratifikasi konvensi Migran
harus menjadi dasar ddari harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait
Buruh Migran di Indonesia. Kami sepakat bahwa Konvensi Migran harus menjadi
dasar dari pembongkaran seluruh sistem migrasi bagi buruh migran di Indonesia,
mulai dari pra penempatan, penempatan, hingga kepulangan.
Konvensi yang memuat prinsip-prinsip perlindungan buruh migran secara
komprehensif ini, harus menjadi dasar bagi revisi UU No. 39 Tahun 2004 tentang
Penemptan dan Pelindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, serta
peraturan perundang-undangan lainnya. Tak hanya itu, Konvensi Migran harus
menjadi dasar perspektif bagi seluruh pihak, terutama pemerintah yang terkait
dengan penanganan buruh migran.
Tuntutan Solidaritas Perempuan
Sebagai langkah awal pasca ratifikasi Konvensi Migran, Solidaritas
Perempuan menuntut pemerintah untuk:
1. Mempercepat revisi UU No. 39 Tahun 2004 berdasarkan prinsip-prinsip
dan pengaturan dalam Konvensi Migran 1990;
2. Mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU Perlindungan Pekerja
Rumah Tangga berdasarkan prinsip-prinsip yang termuat dalam Konvensi Migran
1990, dan Konvensi Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga ILO;
3. Harmonisasi seluruh peraturan perundang-undangan tentang Buruh Migran
di Indonesia demi sistem migrasi yang aman dan berperspektif perlindungan buruh
migran yang mengedepankan hak asasi manusia dan keadilan gender;
4. Mengubah paradigma komiditisasi, menjadi perlindungan buruh migran yang komprehensif berdasarkan
perspektif Hak Asasi Manusia dan keadilan gender;
5. Mengupayakan penigkatan kapasitas dan kesadaran Buruh Migran dan
keluarganya akan hak-haknya sebagaimana diatur di dalam Konvensi Migran 1990.
Kamis, 12 April 2012
Wahidah Rustam
Ketua Badan Eksekutif Nasional
Solidaritas Perempuan
Kontak Person: Thaufiek Zulbahary (08121934205), Dinda Nuurannisaa
Yura (085921191707)